Mediaupdate.id – Komisi II DPR RI memanggil Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada Kamis (23/1/2025). Pemanggilan ini bertujuan untuk membahas polemik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah Pagar Laut, Tangerang, Banten.
Fokus Pembahasan Komisi II DPR
Anggota Komisi II DPR, Indrajaya, menyebutkan bahwa isu sertifikat tanah di Pagar Laut Tangerang menjadi salah satu topik utama dalam pertemuan tersebut.
“Salah satu yang akan dibahas adalah persoalan sertifikat tanah di wilayah Pagar Laut Tangerang,” ujar Indrajaya dalam keterangannya.
Indrajaya, yang juga seorang politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), memberikan apresiasi atas langkah Menteri ATR/BPN Nusron Wahid yang mencabut sertifikat HGB dan SHM di area tersebut.
Sertifikat Bermasalah di Pagar Laut Tangerang
Diketahui, terdapat 266 sertifikat HGB dan SHM di wilayah Pagar Laut Tangerang yang berstatus cacat prosedur dan materiel. Wilayah dengan sertifikat tersebut berada di luar garis pantai dan seharusnya tidak boleh dimiliki sebagai properti pribadi.
Menurut Indrajaya, Kementerian ATR/BPN memiliki kewenangan mencabut sertifikat tanah tanpa perlu melalui proses pengadilan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021.
“Langkah tegas pencabutan sertifikat itu memang harus dilakukan,” tegas Indrajaya.
Langkah Tegas Pemerintah untuk Keberlanjutan
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid sebelumnya menginstruksikan pencabutan sertifikat HGB dan SHM di wilayah tersebut sebagai bagian dari upaya menjaga tata ruang dan keberlanjutan wilayah pesisir. Pencabutan ini dinilai sebagai langkah tepat untuk memastikan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan sesuai aturan hukum dan fungsi ekologis.
Pentingnya Pengawasan Tata Ruang
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan tata ruang yang ketat, terutama di wilayah pesisir yang rentan terhadap alih fungsi lahan. Dengan adanya peraturan yang jelas dan tindakan tegas dari pemerintah, diharapkan pengelolaan tanah dapat lebih transparan dan akuntabel.
Pertemuan Komisi II DPR dengan Kementerian ATR/BPN diharapkan menghasilkan solusi konkret untuk menyelesaikan polemik ini sekaligus menjadi langkah awal memperbaiki sistem pengelolaan sertifikasi tanah di Indonesia.





