Mediaupdate.id – Video sebuah akun menawarkan jasa nikah siri secara terbuka di Jakarta Timur memicu keprihatinan publik dan sorotan tajam dari Komisi VIII DPR RI. Wakil Ketua Komisi VIII, Singgih Januratmoko, menilai praktik tersebut berpotensi menjadi bentuk prostitusi terselubung karena nikah siri dikemas sebagai layanan komersial dan dipasarkan melalui media sosial.
Singgih menegaskan perlunya tindakan tegas dari aparat kepolisian dan lembaga agama untuk menertibkan biro jasa nikah siri yang melanggar hukum serta mengeksploitasi perempuan. Ia juga mendorong Kementerian Agama (Kemenag) memperkuat sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan pernikahan di KUA dan menyusun regulasi khusus untuk layanan pernikahan, termasuk verifikasi penyedia jasa dan pengawasan konten digital.
Menurutnya, aturan yang jelas akan memastikan negara hadir memberikan perlindungan, terutama bagi perempuan dan anak yang kerap dirugikan akibat status pernikahan yang tak tercatat secara resmi.
Senada, Kapoksi Fraksi PDIP Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, menyebut fenomena jasa nikah siri viral tersebut sebagai bentuk komersialisasi agama yang membahayakan. Ia menekankan bahwa pernikahan siri tanpa pencatatan resmi berisiko menimbulkan persoalan hukum serius, mulai dari hilangnya hak nafkah hingga status hukum anak.
Selly meminta Kemenag bekerja sama dengan Kominfo Digital dan aparat penegak hukum untuk menindak akun atau pihak yang menawarkan jasa nikah siri berbayar, terutama bila ada unsur eksploitasi atau pelanggaran hukum. Ia menilai kejadian ini menjadi alarm penting bagi pemerintah, ormas Islam, dan masyarakat untuk memperkuat edukasi mengenai pentingnya pencatatan pernikahan.
Sementara itu, video jasa nikah siri tersebut telah ditonton lebih dari 250 ribu kali di TikTok, dengan akun terkait menawarkan paket layanan lengkap mulai dari penghulu hingga fasilitas gedung dan restoran. Para ulama turut angkat suara, termasuk Waketum MUI Anwar Abbas yang mengingatkan bahwa meski nikah siri diperbolehkan secara agama, pelaksanaannya wajib memenuhi rukun dan syarat, serta sebaiknya dicatatkan di KUA untuk menghindari kemudaratan dan persoalan hukum di kemudian hari.
Komisi VIII memastikan akan meminta Kemenag meningkatkan pengawasan dan literasi publik agar praktik serupa tidak terus terulang.






